GEGARA korona, Indonesia heboh dua kali. Bakda Presiden Joko Widodo untuk kali pertama mengumumkan adanya dua orang Indonesia yang positif terjangkit virus korona, masyarakat langsung panik belanja.
Berbagai kebutuhan pokok rumah tangga diborong. Pun produk-produk kesehatan. Masker dan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) langsung langka. Banyak toko dan apotek yang kehabisan stok. Kalaupun ada, harganya sudah dilantingkan setinggi langit.
Tapi, sebelum pengumuman presiden pada 2 Maret 2020 itu, publik di tanah air lebih dulu heboh karena korona juga. Namun bukan korona si virus. Melainkan sebuah lagu. Dilantunkan oleh pedangdut asal Banyuwangi Alvi Ananta. Beredar di jagat maya. Judulnya Corona.
Tapi, kalau bukan virus, kenapa bisa membuat masyarakat heboh, bahkan meradang? Ternyata Corona Alvi itu bukan sembarang korona. Tapi singkatan pelesetan dari Comunitas Rondo Merana. Rondo dalam bahasa Jawa berarti janda. Kalau hanya komunitas janda yang merana, kok bisa masyarakat sampai uring-uringan.
Penulis syair lagu Corona pintar ”memanfaatkan” fenomena korona menjadi lagu. Hanya, momennya tidak tepat. Candaan Corona yang dibikinnya sangat mengusik perasaan.
Di kala semua orang ketakutan, korona kok malah dibuat gurauan dalam lagu. Kontan saja, video lagu Corona menjadi bulan-bu-lanan warganet. Mereka murka. Lagu tersebut dianggap berlebihan. Tidak menampakkan empati sama sekali terhadap para korban korona dan keluarganya.
Para buruh migran di luar negeri juga mereaksi keras. Presidium Keluarga Migran Indonesia (KAMI) Jawa Timur Krisna Adi kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi (3/3) menyatakan, gegara munculnya lagu tersebut, Banyuwangi mendapat kecaman dari para buruh migran luar daerah yang kini bekerja di negara terdampak virus mematikan tersebut.
Akronim yang ngeres-ngeres seperti Corona sebelumnya sudah banyak. Sudah menjadi bagian kehidupan berbahasa masyarakat. Pada 1980-an sangat populer akronim ”Salome”. Kependekan dari Satu Lubang Rame-Rame. Saat mendengar kata ”Salome”, ko-notasi orang langsung mengarah ke prostitusi.
Tapi, tidak semua ”Salome” berkonotasi negatif. Misalnya, Salome Solo yang sangat nikmat rasanya. Apalagi, dikonsumsi saat buka puasa Ramadan atau bakda Tarawih, camilan serupa cilok itu sangat cocok.
Beda lagi akronim untuk fenomena di jalan raya. Ketika terjadi penumpukan kendaraan di jalan akibat kemacetan yang panjang, para sopir secara spontan bertukar informasi.
”Jangan lewat sana, Pak. Sebaliknya Sampean balik kanan saja,” kata seorang sopir sampil menunjuk ke arah depan.
”Kenapa memangnya, Pak. Kok harus balik arah segala.”
”Kalau memaksakan diri meneruskan perjalanan, Sampean akan terkejut. Sekitar 1 kilometer dari sini ada pemandangan pamer paha masal.”
Ternyata pamer paha yang dimaksud sopir baik hati itu sama sekali tidak membuat laki-laki merangsang. Justru sebaliknya. Begitu sampai di jalan pamer paha itu kepala langsung puyeng. Emosi langsung meninggi.
Sebab, di depan mereka tampak deretan mobil antre mengular. Sepanjang jalan benar-benar telah terjadi pamer paha (padat merayap tanpa harapan).
Berjam-jam terjebak dalam pamer paha sangat menguras emosi dan energi. Karena itu, sejumlah pengemudi memilih menepikan kendaraannya di warung pinggir jalan.
Untuk mengembalikan stamina dan menghilangkan kantuk, mereka memilih menu ketandok susu. Dalam bahasa Indonesia, ”ketandok” itu berarti tersandung. Tapi, pikiran Anda jangan keburu ngeres.
Menu ketandok susu sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa tersandung. Ketandok susu hanyalah singkatan dari gabungan menu ketan, endok (telur), dan susu. Hahaha… (*)
*) Samsudin Adlawi, Wartawan Jawa Pos, penyair
"susu" - Google Berita
March 15, 2020 at 12:42PM
https://ift.tt/3d2BnNK
Corona, Pamer Paha, Ketandok Susu - Jawa Pos
"susu" - Google Berita
https://ift.tt/2M1UM5W
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Corona, Pamer Paha, Ketandok Susu - Jawa Pos"
Post a Comment