JAKARTA, investor.id - Produsen susu dan susu olahan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA) mengharapkan pemerintah bijak dalam menyikapi kebijakan antisawit yang diterapkan Uni Eropa (UE), di antaranya dengan tidak merealisasikan rencana kenaikan bea masuk (BM) produk susu dan susu olahan asal negara-negara di kawasan itu.
Kenaikan BM tersebut bukan saja mengancam industri produk susu dan susu olahan di Tanah Air, tapi juga bisa mengganggu program peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang tengah dicanangkan Pemerintah Indonesia, termasuk program penurunan angka kekerdilan (stunting).
Seperti diberitakan, UE telah menerapkan bea masuk antisubsidi (BMAS) untuk produk biodiesel Indonesia sebesar 8-18%. Kebijakan itu ditandatangani oleh Presiden Komisi UE Jean Claude Juncker di Brussels, Belgia, pada 12 Agustus 2019 dan berlaku efektif mulai 14 Agustus 2019. Pemerintah RI telah membawa kasus itu ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) merencanakan kenaikan BM produk susu dan susu olahan asal UE hingga 20-25% sebagai tindakan balasan perdagangan (retaliasi). Bahkan Kemendag telah meminta para importir untuk mencari sumber pasokan dari negara di luar UE.
Kemendag telah mengusulkan rencana kenaikan BM produk susu dan susu olahan tersebut dalam rapat antarkementerian di bawah komando Kemenko Perekonomian. Rapat terakhir untuk membahas hal tersebut dilakukan pertengahan September 2019, namun hingga kini belum ada kelanjutan atas rencana pengenaan BM produk susu asal UE itu.
Ketua APPNIA Rivanda Idiyanto menjelaskan, persoalan stunting memang cukup pelik karena hal itu menyangkut pemenuhan gizi ibu sebelum masa pembuahan (sebelum hamil), saat hamil, dan pemenuhan gizi serta pola asuh setelah anak lahir hingga berusia dua tahun. Masa itu disebut 1.000 hari pertama kehidupan anak yang merupakan periode emas seorang anak.
Kekurangan gizi selama periode emas ini akan memengaruhi kesehatan anak hingga ia dewasa kelak, salah satunya berprevalensi menderita stunting. Karena itu, APPNIA ikut berupaya melakukan edukasi kepada masyarakat khususnya para remaja dan mahasiswa agar rutin mengkonsumsi susu setiap hari demi mencegah generasi Indonesia menderita stunting.
Rivanda Idiyanto menegaskan, upaya mengkonsumsi susu setiap hari bagi para calon ibu tersebut bisa jadi sulit direalisasikan apabila ketersediaan susu dengan harga terjangkau tidak memadai. Apalagi, produksi susu Indonesia saat ini masih belum memenuhi standar kualitas maupun kuantitas.
“Karena itu, kami minta agar pemerintah bijak dalam menyikapi kebijakan antisawit yang dikeluarkan UE dengan tidak menaikkan BM untuk produk susu dan susu olahan dari UE,” kata Rivanda saat berkunjung ke kantor redaksi Investor Daily di Jakarta, Senin (11/11).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraannya di Gedung DPR Jakarta pada 16 Agustus 2019 menyatakan bahwa salah satu fondasi utama dalam mewujudkan visi Indonesia Maju adalah mengembangkan kualitas SDM. Apabila hal itu dibenahi dengan serius, Jokowi yakin Indonesia mampu melakukan lompatan-lompatan secara signifikan. Untuk mencetak SDM yang pintar dan berbudi pekerti luhur maka harus didahului oleh SDM yang sehat dan kuat. Namun demikian, menurut WHO, angka stunting di Indonesia masih termasuk tinggi.
Data Riset Kesehatan Nasional 2018 menyebutkan, angka stunting di Indonesia berada di angka 30,80% atau turun dari 2013 yang mencapai 37,20%. Namun angka tersebut masih jauh di atas batas aman menurut standar WHO sebesar 20%. "Karena itu, kita turunkan angka stunting sehingga anak-anak kita bisa tumbuh menjadi generasi yang premium," kata Jokowi.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi juga mengatakan, pembangunan SDM akan dimulai sejak bayi masih berada di dalam kandungan. Karena itu, Kementerian Kesehatan akan ditugaskan untuk benar-benar memperhatikan kesehatan ibu hamil dengan memberikan nutrisi, gizi, dan makanan tambahan bagi ibu hamil. Kementerian Kesehatan juga akan ditugaskan untuk memperhatikan kesehatan anak-anak yang baru lahir. "Anak lahir juga sama, pemberian makanan tambahan. Pemberian gizi juga mulai diikuti dan diperhatikan," ujar Jokowi.
Konsumsi Rendah
Rivanda Idiyanto menuturkan, salah satu upaya pemenuhan gizi saat menyiapkan anak dengan 1.000 hari pertama yang berkualitas adalah calon ibu harus mengkonsumsi gizi lengkap dan seimbang, salah satunya dengan rutin minum susu. Sayangnya, konsumsi minum susu di Indonesia masih sangat rendah yaitu 12 liter per tahun dan angka tersebut tidak berubah sejak 10 tahun lalu. “Fakta itu cukup mengkhawatirkan apabila dibandingkan dengan negara tetangga yang konsumsi susunya mencapai dua kali lipatnya,” jelas dia.
Di Filipina, kata dia, tingkat konsumsi susu mencapai 22,10 liter per tahun, Thailand 33,70 liter per tahun, dan Malaysia 50,70 liter per tahun. Apalagi, asupan susu mengandung nutrisi yang kompleks, seperti protein, karbohidrat, lemak, kalsium, vitamin, dan mineral yang memiliki manfaat jangka panjang untuk tumbuh kembang (tidak stunting), pemeliharaan kesehatan tulang dan gigi, meningkatkan daya tahan tubuh. Juga, mencegah berbagai penyakit degeneratif di masa dewasa. “Karena itu, upaya meningkatkan konsumsi susu harus diintensifkan dan tidak dihambat,” kata dia.
Tak hanya soal konsumsi yang rendah, produksi susu Indonesia saat ini juga masih belum memenuhi standar kualitas maupun kuantitas. Kebutuhan susu nasional mencapai 4,50 juta ton per tahun, sedangkan produksi lokal baru 864.600 ton atau sekitar 19% dari kebutuhan. “Mirisnya lagi, sejumlah sentra peternak sapi perah kini kesulitan lahan untuk beternak karena digunakan untuk pembangunan kawasan industri dan perumahan,” kata Rivanda.
Sumber : Investor Daily
"susu" - Google Berita
November 12, 2019 at 02:37PM
https://ift.tt/2Kd2w46
Batalkan Rencana Kenaikan BM Susu - Investor Daily
"susu" - Google Berita
https://ift.tt/2M1UM5W
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Batalkan Rencana Kenaikan BM Susu - Investor Daily"
Post a Comment