Liputan6.com, Jakarta Intoleransi laktosa merupakan kondisi di mana tubuh tidak dapat memetabolisme laktosa dengan baik, karena sistem pencernaan menghasilkan terlalu sedikit enzim laktase. Laktosa adalah gula yang hanya ditemukan dalam susu dan produk turunannya.
Pada manusia, enzim yang dikenal sebagai laktase bertanggung jawab untuk memecah laktosa untuk pencernaan. Ini sangat penting pada bayi, yang membutuhkan laktase untuk mencerna ASI.
Jika kadar laktase rendah, laktosa tidak rusak dan tidak terserap ke dalam aliran darah. Laktosa yang tidak terserap ini bergerak ke usus besar. Bakteri dalam usus bereaksi terhadap produk apa pun yang mengandung laktosa.
Intoleransi laktosa berbeda dari alergi susu. Alergi susu terjadi karena reaksi tubuh terhadap protein susu, bukan gula dari susu. Tanda yang ditimbulkan pun berbeda.
Seseorang dengan intoleransi laktosa akan mengalami gejala setelah mengonsumsi susu atau produk susu yang mengandung laktosa. Intoleransi laktosa bisa terjadi pada anak dan orang dewasa. Berikut tanda intoleransi laktosa yang berhasil Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (25/11/2019).
Sakit Perut
Sakit perut dan kembung adalah gejala umum dari intoleransi laktosa pada anak-anak. Ketika tubuh tidak dapat memecah laktosa, ia melewati usus sampai mencapai usus besar. Karbohidrat seperti laktosa tidak dapat diserap oleh sel-sel yang melapisi usus besar, tetapi mereka dapat difermentasi dan dipecah oleh bakteri alami, mikroflora.
Fermentasi ini menyebabkan pelepasan asam lemak rantai pendek, serta gas hidrogen, metana, dan karbon dioksida. Peningkatan asam dan gas yang dihasilkan dapat menyebabkan sakit perut. Rasa sakit biasanya terletak di sekitar pusar dan di bagian bawah perut.
Kembung
Kelebihan gas dapat menumpuk di dalam saluran usus setelah orang dengan intoleransi laktosa mengonsumsi susu atau produk susu. Sensasi kembung disebabkan oleh peningkatan air dan gas di usus besar, yang menyebabkan dinding usus meregang, juga dikenal sebagai distensi.
Akibatnya, perut mungkin tampak membesar atau celana mungkin lebih terasa ketat di bagian pinggang. Kembung bisa terjadi secara berulang dan menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa sakit.
Diare
Intoleransi laktosa menyebabkan diare dengan meningkatkan volume air di usus besar. Reaksi ini meningkatkan volume dan kandungan cairan tinja.
Diare lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak daripada pada orang dewasa. Diare biasanya berkembang dalam satu atau dua jam setelah konsumsi produk susu pada orang dengan intoleransi laktosa.
Di usus besar, fermentasi laktosa oleh mikroflora berubah menjadi asam lemak dan gas rantai pendek. Sebagian besar, asam-asam ini diserap kembali ke usus besar.
Asam sisa dan laktosa meningkatkan jumlah air yang dikeluarkan tubuh ke usus besar. Gerakan usus berair juga dapat terjadi bersamaan dengan nyeri perut, mual, kram, kembung, atau hilangnya nafsu makan.
Peningkatan Gas
Fermentasi laktosa di usus besar meningkatkan produksi gas hidrogen, metana dan karbon dioksida. Mikroflora usus besar menjadi sangat baik dalam memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas. Kondisi ini menghasilkan lebih banyak laktosa yang difermentasi di usus besar, yang selanjutnya meningkatkan perut kembung.
Jumlah gas yang diproduksi dapat sangat berbeda tiap orang karena perbedaan dalam efisiensi mikroflora, serta tingkat reabsorpsi gas oleh usus besar. Menariknya, gas yang dihasilkan dari fermentasi laktosa tidak memiliki bau. Faktanya, bau perut kembung berasal dari pemecahan protein dalam usus, bukan karbohidrat.
Mual atau muntah
Dalam kebanyakan kasus, semakin banyak susu yang dikonsumsi, semakin parah gejala intoleransi laktosa. Setelah makan beberapa porsi produk susu, anak mungkin mengalami mual parah disertai dengan muntah dan kehilangan nafsu makan.
Porsi susu yang lebih besar juga membutuhkan waktu lebih lama bagi tubuh untuk dicerna. Ini berarti anak mungkin mengalami mual selama beberapa jam setelah mengonsumsi susu. Serangan muntah yang berulang dapat meningkatkan risiko dehidrasi.
Sembelit
Konstipasi ditandai oleh feses yang keras, perasaan buang air besar yang tidak sempurna, perut tidak nyaman, kembung dan mengejan yang berlebihan. Meski jarang terjadi, sembelit bisa jadi tanda intoleransi laktosa pada anak. Sejauh ini, efek sembelit metana hanya dipelajari pada individu dengan sindrom iritasi usus dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.
Sembelit terjadi karena bakteri dalam fermentasi usus besar tidak mencerna laktosa, lalu menghasilkan gas metana. Metana dianggap memperlambat waktu yang dibutuhkan makanan untuk bergerak melalui usus, menyebabkan sembelit pada beberapa orang.
Perbedaan intoleransi dan alergi susu
Intoleransi laktosa hanya terjadi dalam sistem pencernaan tubuh. Intoleransi laktosa berarti tubuh tidak dapat mencerna laktosa yang kemudian bisa mengiritasi sistem pencernaan.
Sementara alergi adalah terjadi ketika sistem kekebalan tubuh, yang biasanya melawan infeksi, melihat makanan sebagai penyerang. Alergi susu ditandai oleh respons imun terhadap protein susu.
Reaksi alergi dapat menyebabkan gejala seperti masalah pernapasan, sesak tenggorokan, suara serak, batuk, muntah, sakit perut, gatal-gatal, bengkak, atau penurunan tekanan darah.
"susu" - Google Berita
November 25, 2019 at 02:00PM
https://ift.tt/2pMgvqj
6 Tanda Intoleransi Laktosa pada Anak, Beda dengan Alergi - Liputan6.com
"susu" - Google Berita
https://ift.tt/2M1UM5W
Bagikan Berita Ini
0 Response to "6 Tanda Intoleransi Laktosa pada Anak, Beda dengan Alergi - Liputan6.com"
Post a Comment